Sukses

Ungkap Tantangan Susun KUHP, Wamenkumham: Ubah Mindset Aparat Penegak Hukum

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mengungkap sejumlah tantangan pemerintah dalam menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkap sejumlah tantangan pemerintah dalam menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Salah satunya yakni, mengubah pola pikir atau mindset para aparat penegak hukum terhadap KUHP yang baru.

"Apa tantangan dalam menyusun KUHP adalah bagaimana mengubah mindset aparat penegak hukum. Tugas terberat pemerintah dan DPR setelah mengesahkan RUU KUHP adalah melakukan sosialisasi," kata Eddy saat memberikan Sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana Bali, Jumat 11 November 2022.

Dia menyampaikan aparat penegak hukum menjadi sasaran sosialisasi pertama apabila RUU KUHP resmi disahkan DPR. Hal ini agar aparat penegak hukum tidak multitafsir dalam menerapkan hukuman di RKUHP.

"Sasaran sosialisasi pertama adalah aparat penegak hukum untuk kita menyamakan frekuensi, untuk kita menyamakan parameter agar tidak multi intrepretasi, tidak multitafsir. Itu yang harus kita lalukan bersama," jelasnya.

Selain aparat penegak hukum, Eddy menyampaikan mengubah pola pikir semua masyarakat juga menjadi tantangan pemerintah dalam menyusun RKUHP. Dia menilai pola pikir masyarakat terhadap penegakan hukum harus dirubah agar tak lagi berorientasi pada keadilan balas dendam

"Mindset masyarakat ini harus dirubah sebab apabila terjadi suatu peristiwa di masyarakat, yang diinginkan oleh masyarakat pelakunya sesegera mungkin ditahan dihukum seberat-beratnya. Mindset kita itu harus dirubah," ujar Eddy.

Dia menyampaikan beratnya tantangan dalam menyusun RKUHP yakni, masyarakat Indonesia yang beragam. Sebagai negara yang multietnis dan multireligi, Eddy menuturkan masyarakat Indonesia memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam penegakan hukum.

"Menyusun KUHP dalam suatu negara yang multietnis, multireligi, dan multikultur itu tidak mudah dan tdk akan sempurna. Setiap isu, setiap formulasi pasal bisa diperdebatkan. Bahkan terjadi pertentangan diameteral antara satu isu dengan isu yang lain," tutur dia.

2 dari 3 halaman

Pandangan Berbeda Antar Daerah

Eddy lalu mencotohkan pasal tentang perzinahan di dalam RKUHP yang mendapat pandangan berbeda di dua daerah. Dia menyebut saat dirinya berkunjung ke Sulawesi Utara, masyarakat disana protes karena pemerintah terlalu mengurus hal-hal yang bersifat pribadi.

Sementara itu, kata dia, masyarakat Sumatera Barat menilai bahwa zina merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Sehingga, harus ada penegakan hukum terhadap perbuatan tersebut.

"Jadi kalau anda semua dalam posisi kami, anda mau pilih yang mana. Anda memilih Sulawesi Utara, maka Sumatera Barat mengatakan tidak aspiratif. Mengikuti Sumatera Barat, maka Sulawesi Utara mengatakan tidak aspiratif," ucapnya.

"Memang pasal-pasal seperti ini diatur salah, tidak diatur juga salah. Ini yang harus kita betul-betul memilih, memilih dan memilah apa yang harus kita cantumkan," sambung Eddy.

3 dari 3 halaman

Akomodasi Aspirasi Publik

Kendati begitu, dia memastikan bahwa pemerintah akan mengakomodasi aspirasi publik dan mencari jalan tengah terkait pertentangan di RKUHP. Eddy menilai hal yang wajar apabila terjadi pro kontra di dalam RKUHP.

"Belanda yang homogen dengan luas provinsi sebesar Jawa Barat jumlah penduduk pada saat KUHP dibuat hanya sekitar 1 juta, 2 juta orang, dia membutuhkan waktu 70 tahun," pungkasnya.

"Lalu anda bayangkan dengan kita yang besarnya 1/8 dunia, jumlah penduduk 200 juta, multietnis multireligi multikultur, itu juga tidak mudah dan sangat tidak mudah," sambung Eddy.